Friday, November 27, 2009

DeLeon and Kautsky on Reform and Revolution


The Beatles, "Revolution"


DeLeon mendefinisikan reformasi dan revolusi dengan menggunakan perumpamaan yang sangat mudah dipahami lewat khayalan fisikal seekor anjing pudel. Baginya, reformasi adalah suatu perubahan eksternal, perubahan-perubahan yang diusahakan tidak serta-merta mengubah bentuk dasar dari sesuatu; sehingga secara fundamental sesuatu itu adalah sama. Tetapi, perubahan eksternal membuat sesuatu itu mengalami transformasi, walaupun tidak komprehensif. Bayangkan seekor anjing pudel yang dipelihara oleh orang-orang berbeda yang memiliki kecenderungan masing-masing dalam memperlakukan hewan peliharaannya, tetapi tidak lantas mengubah anjing pudel itu menjadi makhluk hidup lain atau memberi fungsi biologis baru dari organ-organ dalam tubuhnya.
Sementara revolusi adalah sesuatu yang lebih luas; perubahan besar-besaran secara fundamental yang menyentuh mekanisme internal suatu komunitas, berlawanan dengan reformasi. Bayangkanlah perubahan fundamental makhluk hidup invertebrata di zaman prasejarah awal hingga mengalami proses perubahan menjadi hewan vertebrata yang kemudian ikut pula mengubah fungsi-fungsi organ tubuh untuk bertahan hidup. Tentu saja, tidak ada perubahan internal tanpa manifestasi eksternal. Perubahan hewan invertebrata menjadi vertebrata tentu tetap menghasilkan ’external marks’. Menurutnya, kaum sosialis adalah kaum revolusionis, bukan reformis. Kaum sosialis tidak terlalu mengindahkan ’bentuk’ tetapi perubahan internal di dalam mekanisme komunitas; bentuk akan dapat menyesuaikan dirinya.


DeLeon menggunakan tiga ’nerve center’ dalam memberikan pemahaman tentang perbedaan revolusi dan reformasi sekaligus penalarannya tentang bagaimana seharusnya revolusi itu diargumentasikan. Ketiganya adalah ’government and/or state’, ’materialism morality’ serta ’class struggle’. Melalui pertanyaan tentang fungsi negara atau pemerintahan serta batasan-batasannya, ia berargumen seiring dengan penemuan sumber daya dan cara-cara pemanfaatannya, maka secara natural manusia mulai membuat ’kesenjangan-kesenjangan’ ala mereka seperti perbedaan jender, kemampuan, majikan dan buruh, the able and the unable, dll. Ini tentu menghambat cita-cita kaum sosialis untuk menghapuskan perbedaan kelas, maka menurutnya, di sinilah seharusnya revolusi dijalankan, mengubah mekanisme negara dan/atau pemerintah, tidak sebagai pendominasi tetapi sebagai pengatur proses produksi. DeLeon mengilustrasikannya dengan membahas keadaan suku Indian yang hidup dalam kondisi komunitas yang memerlukan sebuah ’central directing authority’ agar tercipta keharmonisan dalam kehidupan komunitas mereka.
Moralitas materialisme, menurut DeLeon tidak menjadi sebab dari revolusi tetapi merupakan bantuan yang sangat powerful bagi revolusi itu sendiri. Ia menggunakan metafora kenyataan bahwa awalnya leluhur kita adalah kaum kanibal yang digambarkan ’memakan orang-orang atau budak yang kalah perang dari mereka’. Tetapi, seiring dengan perkembangan sistem sosial yang memungkinkan mereka untuk menciptakan mekanisme kontrol bagi budak-budak mereka, mereka melihat bahwa ini memberikan keuntungan bagi eksistensi mereka. Dalam perkembangannya, kanibalisme kemudian memiliki makna peyoratif dalam pandangan sosial penerus leluhur kita. Begitu pula dengan kenyataan nasib kaum pekerja. Seiring dengan perubahan mekanisme sosial yang melihat kebaikan kaum ini, maka diharapkan mereka akan memenangkan antagonisme kelas. Pandangan bahwa kaum pekerja memiliki nasib buruk adalah energi luar biasa bagi revolusi, bukan sekadar reformasi. ‘Nerve center’ yang terakhir adalah ‘class struggle’. Reformasi tidak memungkinkan perubahan keseluruhan dalam pola masyarakat yang kaum pekerjanya dieksploitasi oleh kaum pemilik modal, tetapi revolusi akan memberikannya, dalam waktu yang notabene singkat.


Kautsky, berlawanan dengan penalaran DeLeon menawarkan konsep reformasi dan revolusi yang berbeda. Revolusi, bagi Kautsky tidak selalu berarti sebagai usaha mengubah sebuah political atau social superstructure di dalam suatu masyarakat secara keseluruhan tetapi ada pengertian yang lebih ’dangkal’ bagi terma ini. Revolusi dipahaminya sebagai usaha menjalankan metode-metode tertentu dalam bertransformasi. Bagi Kautsky, revolusi diawali oleh serangkaian reformasi. Revolusi dijelaskan dalam bentuk ’lompatan-lompatan’. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan political dan social superstructure, untuk mengubah kondisi ekonomi adalah reformasi jika dibawa oleh kelas yang merupakan kelas dominan. Sementara, ukuran-ukuran tersebut adalah revolusi jika dihasilkan oleh kelas yang tereksploitasi. Reformasi sosial, tidak hanya sebagai bentuk penyesuaian diri, tetapi juga mempertahankan kepentingan ruling class. Revolusi sosial sebaliknya menentang semua ini, karena dari awal sudah mengalami interests incompatibility dengan ruling class. Kautsky menerima analogi kelahiran dan revolusi sebagai hal yang mirip, tetapi baginya tidak mutlak. Kelahiran adalah suatu kejadian yang sebelumnya harus melewati berbagai proses transformasi dan perkembangan setahap demi setahap, kemudian lompatan besarnya adalah manusia yang memiliki fungsi-fungsi tubuh yang sempurna.
DeLeon dan Kautsky sendiri sepertinya memiliki niat yang sama dalam menjelaskan perbedaan konsep reformasi dan revolusi. Seiring dengan kenyataan bahwa kaum kelas pekerja yang ’berorganisasi’ sepertinya tidak beranjak dari posisi awal mereka, DeLeon dan Kautsky merasakan bahwa ini salah satunya disebabkan ketidakpahaman tentang konsep revolusi dan reformasi yang seharusnya memainkan peranan kunci dalam mewujudkan negara yang dikuasai oleh rezim proletariat. Cara mereka mengargumentasikan konsep revolusi dan reformasi sangat tergambar dalam cara mereka mendefinisikannya seperti pada uraian di atas.


No comments:

Post a Comment